Birokrasi Indonesia dan Singapura








KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah manajemen pelayanan umum yang berjudul ’’penciptaan budaya pelayanan / memanage birokrasi yang berorientasi pelayanan’’.
Adapun makalah manajemen pelayanan umum tentang penciptaan budaya pelayanan /memanage birokrasi yang berorientasi pelayanan.ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.         
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah manajemen pelayanan umum ini kita dapat mengambil
hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.









,13 oktober 2016


Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Buruknya birokrasi tetap menjadi salah satu problem terbesar yang dihadapi Asia. Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong meneliti pendapat para eksekutif bisnis asing (expatriats), hasilnya birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk dan belum mengalami perbaikan berarti dibandingkan keadaan di tahun 1999, meskipun lebih baik dibanding keadaan Cina, Vietnam dan India. Di tahun 2000, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau tak bergerak dari skor 1999, dari kisaran skor yang dimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk. Skor 8,0 atau jauh di bawah rata-rata ini diperoleh berdasarkan pengalaman dan persepsi expatriats yang menjadi responden bahwa antara lain menurut mereka masih banyak pejabat tinggi pemerintah Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan orang terdekat.
Para eksekutif bisnis yang disurvei PERC juga berpendapat, sebagian besar negara di kawasan Asia masih perlu menekan hambatan birokrasi (red tape barriers). Mereka juga mencatat beberapa kemajuan, terutama dengan tekanan terhadap birokrasi untuk melakukan reformasi.Reformasi menurut temuan PERC terjadi di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Korea Selatan. Peringkat Thailand dan Korea Selatan tahun 2000 membaik, meskipun di bawah rata-rata, yakni masing-masing 6,5 dan 7,5 dari tahun lalu yang 8,14 dan 8,7. Tahun lalu (1999), hasil penelitian PERC menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi tertinggi dan sarat kronisme dengan skor 9,91 untuk korupsi dan 9,09 untuk kronisme dengan skala penilaian yang sama antara nol yang terbaik hingga sepuluh yang terburuk.

1.2  Rumusan Masalah
Apa saja pendekatan yang perlu dilakukan dalam memanage birokrat?
Apa saja perbandingan karakteristik tiga model manajemen?
1.3 Manfaat
Teman-teman Mahasiswa/i sekalian dapat mengetahui lebih jelas bagaimana upaya yang harus kita lakukan dalam memanage birokrasi yang berorientasi pada pelayanan.





BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Pengertian Birokrasi Pemerintahan
Birokrasi berasal dari kata bureau yang bearti meja atau kantor, dan kata kratia yang berarti pemerintah. Kantor disini bukan menunjukan sebuah tempat melainkan pada sebuah system kerja yang berada dalam kantor tersebut. Dalam kamus bahasa jerman arti kata birokrasi adalah kekuasaan dari berbagai departemen pemerintahan dalam menentukan kebijakan system administrasi sipil dalam kewarganegaraan. Dalam kamus besar bahasa Italia adalah kekuasaan pejabat dalam administrasi pemerintah. Blau dan Meyer bapak ahli sosiologi mendefinisikan birokrasi adalah satu system control dalam sebuah organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan rasional dan sistematis yang bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka menyelesaikan tugas administrasi
Birokrasi pemerintah merupakan system pemerintah yang dilaksanakan oleh petugas pemerintah karena telah berlandaskan hierarki dan jenjang jabatan. Birokrasi juga dapat diartikan sebagai susunan cara kerja yang sangat lambat, dan menurut pada tata aturan yang banyak likunya.
Adapun fungsi dan peran birokrasi pemerintah yakni:
1.      Melaksanakan pelayanan public
2.      Pelaksana pembangunan yang profesional
3.      Perencana, pelaksanaan, dan pengawas kebijakan (manajemen pemerintah)
4.      Alat pemerintah untuk melayani kepentingan (abdi) masyarakat dan negara yang netral dan bukan bukan merupakan bagian dari kekuatan atau mesin politik (netral)
Adapun tujuan birokrasi yakni:
1.      Sejalan dengan tujuan pemerintahan
2.      Melaksanakan kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi pemerintah dan negara
3.      Melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral dan profesional
4.      Menjalankan manajemen pemerintahan, mulai dari perencanaan, pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi dll.
            Ada beberapa teori yang dapat kita jadikan acuan. Michael G. Roskin, et al., menyebut pengertian birokrasi. Birokrasi adalah setiap organisasi yang berskala besar yang terdiri atas para pejabat yang diangkat, di mana fungsi utamanya adalah untuk melaksanakan (to implement) kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh para pengambil keputusan (decision makers). Idealnya, birokrasi merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang terorganisir yang dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan adanya pelaksanaan kebijakan publik yang efektif dan efisien.
Taliziduhu Ndraha (2003) menyebutkan bahwa ada tiga macam pengertian birokrasi yang berkembang saat ini :
1. Birokrasi diartikan sebagai aparat yang diangkat penguasa untuk menjalankan  pemerintahan (government by bureaus).
2. Birokrasi diartikan sebagai sifat atau perilaku pemerintahan yang buruk (patologi).
3. Birokrasi sebagai tipe ideal organisasi.
• Adalah suatu organisasi pemerintahan yang terdiri dari sub-sub struktur yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, yang memiliki fungsi, peran, dan kewenangan dalam melaksanakan pemerintahan, dalam rangka mencapai suatu visi, misi, tujuan, dan program yang telah ditetapkan.
.    Sementara itu Max Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan  (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.Selain itu, birokrasi juga disebut sebagai badan yang menyelenggarakan pelayanan publik. Birokrasi terdiri dari orang-orang yang diangkat oleh eksekutif, dan posisi mereka ini bergantung terhadap prestasi dan produktivitas kerja mereka sendiri.
Karakteristik Birokrasi Weber
Teori karakteristik birokrasi yang umum menjadi acuan adalah teori karakteristik birokrasi Weber. Max Weber menjelaskan bahwa sebenarnya ada 8 karakteristik birokrasi, tetapi yang akan kita bahas adalah 5 dari 8 karakteristik birokrasi yang disebut Weber. Yaitu sebagai berikut :
1.      Drajat spesialisasi tinggi artinya adalah setiap anggota birokrasi harus memiliki profesionalisme dan kecakapan teknis yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.
2.      Struktur kewenangan bersifat hierarkis dengan batas tanggung jawab yang  jelas artinya adalah setiap tingkatan dalam birokrasi memiliki dan wewenang dan tanggung jawab yang berbeda. dengan batas wewenang yang tidak kabur.
3.      Hubungan anggota bersifat impersonal artinya adalah hubungan setiap anggota harus berdasarkan fungsi agar terciptanya mekanisme kerja yang rapi.
4.      Cara pengangkatan pegawai berdasarkan kecakapan teknisartinya adalah setiap anggota ditempatkan dan diberi pekerjaan sesuai bidang keahliannya sehingga dapat menciptakan produktivitas kerja yang baik.
5.      Pemisahan antara urusan dinas dengan urusan pribadiartinya adalah setiap pekerjaan dalam birokrasi tidak boleh tersentuh oleh masalah masalah yang sifatnya personal.
Dengan teori tersebut kita akan membandingkan apakah birokrasi di Indonesia sudah relevan untuk disebut baik. Menurut Weber cara ini dapat menjamin efisien kerja apabila benar benar dapat diterapkan dengan baik dalam birokrasi pemerintahan.
          Ditinjau secara politik, karakteristik birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal yang ideal. Artinya, terkadang pola pengangkatan pegawai di dalam birokrasi yang seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil ujian, kerap tidak terlaksana. Ini diakibatkan masih berlangsungnya pola pengangkatan pegawai berdasarkan kepentingan pemerintah.
Teori Fungsi Birokrasi
Michael G. Roskin, et al. meneyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dealam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut  adalah :
1. Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2. Pelayanan
Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompok-kelompok khusus. Sehingga dapat di artikan bahwa birokrasi harus bisa melakukan fungsi pulic sevice, agar dapat memenuhi kebutuhan anggota dan masyarakatnya.
3. Pengaturan (regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.
4. Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut.



BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pendekatan Yang Berorientasi Pada Kontrol
Model ini menggunakan asumsi bahwa hubungan vertikal dan hierarkial adalah cara yang terbaik untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas. Ciri dari pendekatan ini menurut Weber diantaranya :
1.    Pegawai adalah orang yang sangat mumpuni di bidangnya, digaji dan hanya bekerja    sebagai pegawai negeri
2.   Hirarki atas bawah sangat jelas
3.   Aturan tentang kompetensi dan spesialisasi tegas
4.   Kedinasan dan pribadi dipisahkan
5.   Aturan ditaati dengan kaku
6.   Kegiatan administrasi serba tertulis dan terdokumentasikan

Dalam model kontrol ini, pekerja atau birokrat mendapatkan perintah yang sangat rinci, sedangkan yang harus berpikir, melakukan koordinasi dan mengawasi adalah top manajer. Menurut levitt, pelayanan akan berjalan efisien apabila :
1. Diadakan simplifikasi pekerjaan/ tugas
2. Dirumuskan pembagian pekerjaan yang jelas
3.  Sebanyak mungkin peran pekerja digantikan dengan peralatan
4.  Pekerja sesedikit mungkin diberi kesempatan untuk mengambil keputusan
Contoh yang sangat tepat organisasi yang sukses mengaplikasikan pendekatan ini adalah Mc.Donald, dimana semua pekerjaan distandarisasikan dengan peralatan-peralatan dan prosedur yang standar, sehingga pekerja akan dapat dilatih dengan cepat dan segera siap kerja.

3.2 Pendekatan Yang Berorientasi Pada Involment
Asumsi yang dibangun dari pendekatan ini adalah pekerja atau birokrat juga memiliki kemampuan untuk berpikir, melakukan koordinasi dan pengawasan sebagaimana yang dapat dilakukan oleh manajer. Pendekatan ini sangat menekankanself-control dan self-management.
Dalam pendekatan ini para pekerja diminta dan diberi wewenang untuk memecahkan masalah dengan cara yang kreatif dan efektif. Para pekerja pun sering diminta saran dalam kaitannya dengan pengembangan produk atau jasa layanan yang baru. Model ini diharapkan dengan sangat berhasil di organisasi American Express yang bergerak di bidang perbankan dan dikenal sebagai organisasi yang sangat menghargai pelanggan. Berbeda dengan Mc.Donald, di American Express hampir tidak ada standarisasi tugas, karena tugas-tugas memang spesifik dan sejauh mungkin mengikuti keinginan pelanggan.
Terdapat beberapa keuntungan dengan diterapkannya pendekatan ini diantaranya :
1.   Kebutuhan pelangan/ klien dapat direspon dengan cepat
2.   Para pekerja atau birokrat akan lebih merasa percaya diri
3.   Para pekerja atau birokrat akan berinteraksi dengan konsumen secara lebih antusias dan besifat hangat
4.   Ide-ide inovatif tentang pelayanan yang lebih baik akan muncul
5.   Ini juga merupakan salah satu media  promosi “mouth to mouth” yang sangat efektif, karena pelanggan yang puas akan menceritakannya pada orang lain
6.   Survey menunjukkan bahwa pendekatan ini berhasil menaikkan produktivitas dan efektivitas organisasi
Disisi lain, kerugian yang harus dibayar dengan diterapkannya pendekatan ini adalah sebagai berikut :
1.  Dibutuhkan dana yang besar khususnya untuk melakukan seleksi dan pelatihan pegawai
2.  Dibutuhkan upah/ gaji yang lebih tinggi bagi para karyawan
3.  Dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelenggarakan suatu pelayanan
4.   Ada kemungkinan karyawan/ birokrat mengambil keputusan yang tidak tepat

Kedua pendekatan di atas merupakan kontinum, artinya pendekatan yang satu merupakan kebalikan atau mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan pendekatan yang lainnya. Dengan demikian kelebihan pada pendekatan yang satu adalah merupakan kekurangan atau kelemahan bagi pendekatan yang lainnya, demikian juga sebaliknya.
Kebijakan Manajemen SDM
Kebijakan manajemen SDM di pegawai negeri Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang pokok-pokok kepegawaian. Kebijakan makronya dapat dilihat dalam pasal 12 dan pasal 13 yang dikutip seperti dibawah ini :
Berdasarkan undang-undang tersebut di atas dalam Bab I, ayat 1, butir 8, dituliskan bahwa fungsi manajemen pegawai negeri sipil mencakup delapan hal, yaitu :
1.  Perencanaan
2.  Pengadaan
3.  Pengembangan kualitas
4.   Penempatan
5.  Promosi
6. Penggajian
7.  Kesejahteraan
8.  Pemberhentian

3.4. Evaluasi Kebijkan Manajemen SDM
Pelayanan yang baik hanya akan dapat diwujudkan antara lain apabila manajemen sumber daya manusia dilakukan dengan mengedepankan kepentingan pengguna jasa, yaitu dengan menerapkan pendekatan kontingensi dalam mengelola pegawai. Pegawai negeri sebagai penyelenggara jasa pelayanan seharusnya dikelola dengan menggunakan pendekatan ini. Akan tetapi apabila dicermati review kebijakan manajemen SDM pegawai negeri, ternyata manajemen SDM pegawai negeri masih belum berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa. Model manajemen SDM sebagaimana diatur dalam UU No. 43 Tahun 1999 sangat kaku dan oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model manajemen SDM pegawai negeri tidak menggunakan pendekatan kontingensi dan tidak berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa. Hal ini dapat dilihat dari indikasi sebagai berikut :
1.    Secara makro dalam pasal 12 ayat 1 disebutkan bahwa manajemen PNS diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna. Hal ini berarti pegawai negeri lebih diarahkan untuk memenuhi kepentingan Pemerintah daripada kepentingan masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan. Oleh karena itu, ada slogan bahwa pegawai negeri adalah abdi negara.
2.  Fungsi perencanaan dan pengadaan juga secara tegas dinyatakan untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, bukannya untuk kepentingan pelayanan terhadap masyarakat. Janji atau sumpah yang harus diucapkan ketika seseorang diangkat sebagai pegawai negeri juga sangat condong kepada kepentingan Pemerintah dan bukannya kepentingan pelayanan terhadap masyarakat pengguna jasa.
3. Fungsi pengembangan kualitas dan penempatan pegawai negeri adalah merupakan fungsi yang paling berorientasi kepada kepentingan Pemerintah. Dalam kurikulum dan materi pengembangan kualitas sangat sedikit porsi pengembangan pelayanan. Dalam latihan pra jabatan untuk calon PNS misalnya, materi yang diberikan lebih banyak materi umum kewarganegaraan dan baris-berbaris. Bahkan dahulu dalam latihan pra jabatan juga diajarkan cara penggunaan senjata api atau menembak. Materi yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan sama sekali tidak diberikan. Sebagai pembanding, ada salah satu perusahaan penyelenggara jasa layanan yang mewajibkan calon pegawainya mengikuti pelatihan yang salah satu materi dalam pelatihan tersebut adalah tersenyum.
4.  Fungsi promosi penggajian dan kesejahteraan dilakukan secara baku dan kaku sehingga tidak memungkinkan dilakukan pendekatan kontingensi. Lebih dari itu kepentingan pengguna jasa juga tidak dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Misalnya sistem penggajian tidak dilakukan berdasarkan prestasi tapi dilakukan atas dasar ukuran baku yang kurang mencerminkan prestasi kerja.
5.  Fungsi pemberhentian, sama dengan fungsi yang lainnya dimana perumusannya dilakukan secara kaku dan tidak memberi peluang untuk dilakukannya pendekatan kontingensi serta tidak berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa pelayanan.

3.2 Studi Kasus perbandingan birokrasi pelayanan yang terjadi antara indonesia dan singapura
a.    Gambaran umum birokrasi di Indonesia
Pada saat awal pasca kemerdekaan, Indonesia masih semangat memperjuangkan nasib rakyat Indonesia. Namun saat masa demokrasi parlementer, birokrasi yang memperjuangkan kepentingan rakyat tersebut mulai ternodai dengan adanya unsur kepentingan politik dalam birokrasi. Kemudian pada saat Orde Baru, birokrasi mulai didominasi oleh kekuatan Golkar.Dan pada masa reformasi saat ini, birokrasi yang ada menjadi kurang peka terhadap kebutuhan masyarakat karena imbas darii buruknya birokrasi pada masa-masa sebelumnya , sorotan dan permasalahan utama dalam birokrasi di Indonesia adalah integritas aparat birokrasi yang rendah yang masih sangat rentan dengan KKN. Hal tersebut bisa terjadi karena ketidakmandirian, ketidakdisiplinan dan kualitas birokrat yang kurang memadai yang ditambah dengan sikap materialistis dan gaji kecil sehingga membuat kinerja para birokrat yang tidak memuaskan. Ada berbagai faktor yang dapat menghambat terciptanya birokrasi yang bersih dan efektif di Indonesia, antara lain:
1.      Pemahaman yang berbeda mengenai pengertian administrasi publik
Kelemahan institusi (adanya tumpang tindih wewenang, hak dan kewajiban)
Lemahnya menejemen sumberdaya aparatur
Lemahnya prosedur kerja dan pelayanan (proses berbelit-belit dan susah terjangkau)
Lemahnya sistem hukum
Praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang semakin menjamur di Indonesia

Sementara yang menjadi sorotan birokrasi di Indonesia sebagai negara berkembang adalah para birokrat yang dinilai bekerja tidak memuaskan. Biasanya mereka cenderung menyelewengkan wewenang yang mereka pegang. Karena dalam realitanya, yang menggejala di Indonesia saat ini adalah praktek buruk yang menyimpang dari teori idealis birokrasi. Dalam prakteknya, muncul kesan yang menunjukkan seakan-akan para pejabat dibiarkan menggunakan kedudukannya di birokrasi untuk kepentingan diri dan kelompok. Ini dapat dibuktikan dengan hadirnya bentuk praktek birokrasi yang tidak efisien dan bertele-tele. Reformasi birokrasi terus dikembangkan dan digalakan selama beberapa periode. Namun demikian, kondisi ini merupakan suatu proses dan tahapan yang harus dilalui. Tidak dapat ditampik bahwa reformasi birokrasi yang dilaksanakan hingga saat ini pun masih menyisakan berbagai permasalahan. Penyakit yang masih menjangkit tubuh birokrasi saat ini antara lain, pertama, Tingginya penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk KKN. Prevalensi KKN semakin meningkat dan menjadi permasalahan di seluruh lini pemerintahan, baik pusat hingga daerah. Kasus KKN yang sudah menyentuh seluruh lini pemerintahan jelas melukai masyarakat. Hal ini disebabkan, KKN selalu menyeret beberapa pihak terutama aparatur-aparatur pemerintah termasuk para pimpinan daerah. Praktik-praktik KKN telah tumbuh subur sejak zaman orde baru hingga reformasi. Kondisi ini yang kemudian memunculkan persepsi bahwa aparatur negara memiliki profesionalitas dan komitmen terhadap negara yang masih rendah. Hal ini kemudian menyebabkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum optimal, serta waktu yang ada tidak digunakan secara produktif. Selain itu akuntabilitas, responsibiltas dan empati aparatur pemerintah terhadap kepentingan masyarakat masih rendah. Kondisi demikian yang mempengaruhi masih rendahnya kemampuan melaksanakan standar kinerja birokrasi seperti yang diharapkan.
Kedua, rendahnya kualitas pelayanan publik. Menjadi rahasia umum bahwa birokrasi pelayanan di Indonesia lekat dengan sistem dan prosedur yang berbelit-belit, mahal dan sumber daya manusia yang lamban dalam memberikan pelayanan. Hal ini yang semakin memperburuk citra birokrasi dan semakin kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Seiring dengan pelaksanaan sistem desentralisasi melalui otonomi daerah, sudah banyak daerah-daerah yang mampu berinovasi, membenahi budaya birokrasinya, serta menunjukan perubahan dan perbaikan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Di lain sisi, tidak sedikit pula, terjadi praktik penyimpangan kekuasaan, menampakan wajah koruptif, manipulatif dan cenderung predatoris (Hadiz, 2010). Fenomena ini memunculkan paradoks, yang dapat dilihat dari beberapa daerah yang sebelumnya dinobatkan sebagai daerah reformis atauchampion,seperti diantaranya Bupati Sragen, Jembrana dan Tanah Datar yang diproses hukum dengan dakwaan melakukan korupsi (Djani, 2013).
Budaya birokrasi yang masih buruk serta birokrasi yang tambun berimplikasi pada kurang efisien dan efektif dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu sumber daya aparatur atau sumber daya manusia yang memberikan pelayanan, kurang berkompeten dibidangnya. Mentalitas dan niat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat juga masih rendah. Perilaku aparatur yang arogan serta birokrasi yang tambun, berkaitan dengan rendahnya kesadaran aparatur bahwa kedaulatan berasal dari rakyat sedangkan birokrat hanya sebagai pelaksana amanat yang diberikan oleh masyarakat. Fakta yang ada di lapangan, aparatur bukan melayani namun dilayani.
Ketiga, pengaruh politik yang kuat terhadap birokrasi, juga menjadi penyumbang terhadap masih terhambatnya kinerja birokrasi sehingga lemah dalam merespon agenda dan tantangan dalam pembangunan nasional. Kondisi ini tidak dapat dihindari karena sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Indonesia. Sistem kepartaian yang dianut oleh Indonesia, sedikit banyak berdampak pada kinerja aparatur yang tidak netral. Aparatur negara terkooptasi dan terintervensi oleh kepentingan partai yang dinilai berjasa dalam mengusung namanya menjadi aparatur negara. Tidak sedikit pengangkatan pejabat eselon I berbagai kementerian/lembaga negara serta BUMN yang disesuaikan dengan nafas politik menterinya (Bappenas, 2004). Pergolakan politik berkontribusi terhadap jalannya pemerintahan di Indonesia. Kedua hal ini, baik birokrasi dan politik memang tidak dapat dipisahkan. Beberapa jabatan di birokrat tidak dapat dipungkiri diduduki oleh orang-orang yang berangkat dari partai, yang membawa kepentingan partainya masing-masing yang diperoleh melalui pemilu. Pada akhirnya mengarahkan anggapan bahwa masyarakat hanya dijadikan sebagai obyek dalam pemilu untuk memenangkan tujuan berpolitik beberapa pihak/kelompok, mengantarkan elit pimpinan menjadi pimpinan negara dan pemerintah. Setelah terpilihnya pihak-pihak tersebut, lantas kepentingan rakyat terlupakan dengan kepentingan pribadi/kelompok. Kondisi ini menunjukan sangat lemahnya akuntabilitas dan pertanggungjawaban kepada publik.
Meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk menciptakan birokrasi yang bersih dan ideal sesuai harapan, bukan tidak mungkin semuanya dapat diselesaikan dengan berbagai proses dan tahapan melalui reformasi birokrasi. Hal-hal yang dapat terus dilakukan oleh pemerintah antara lain, pertama, meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan akses kepada masyarakat, ikut berperan dalam melakukan pengawasan. Akses yang diberikan bukan hanya sebatas kotak pengaduan, karena pada kenyataannya, cara ini tidak efektif sebagai bentuk pengaduan atau penngawasan. Pemerintah dapat memberikan kemudahan akses dengan membentuk lembaga pengaduan atau memaksimalkan fungsi lembaga/komisi yang sudah ada seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), BPKP, kepolisian dan lembaga pengaduan yang lain. Peningkatan penegakan hukum melalui perbaikan terhadap sistem kerja internal serta keselarasan antara lembaga penegak hukum dan lembaga pengawasan. Bentuk akuntabilitas bukan sebatas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi dan Pemerintah (Lakip), tetapi juga perlu pemahaman lebih terhadap konsep akuntabilitas itu sendiri. Keberhasilan pemerintah bukan sebatas terserapnya anggaran melalui program-program pemerintah atau pencapaian output, tetapi yang terpenting adalah outcomeyang dicapai melalui program tersebut. Kerap kali, dalam Lakip, output dapat tercapai, namun luput terkait outcome apa yang sudah tercapai. Kedua, meningkatkan komitmen aparatur pemerintah untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Upaya ini memang tidak mudah, mengingat hal ini terkait dengan mentalitas, etika, kesadaran serta empati masing-masing birokrat. Namun hal ini dapat ditempuh dengan pembuatan sistem yang kemudian mengharuskan aparatur untuk dapat memberikan pelayanan dan mengerjakan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya melalui, penilaian kinerja masing-masing pegawai sesuai dengan apa yang dikerjakan. Perekrutan pegawai sesuai dengan kompetensi dan dilakukan analisis jabatan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan. Ketiga, membenahi dan meningkatkan mutu pelayanan publik, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah, dapat diupayakan dengan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat, memperpendek proses birokrasi, mempercepat waktu pelayanan, memberikan kenyamanan tempat pelayanan, dan mengubah budaya pelayanan dengan memberikan pelatihan kepada pegawai (birokrat) untuk memberikan pelayanan layaknya kepada konsumen. Hal yang penting adalah membentuk SOP (standart operasional prosedur)  sehingga jelas standar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Selain itu yang tidak kalah penting adalah, semua harus diatur dalam bentuk peraturan tertulis, yang menyangkut sanksi apabila SOP tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Bukan hanya masyarakat yang mendapat sanksi tetapi juga birokrat/ pegawai juga wajib menerima sanksi apabila tidak memberikan pelayanan sesuai ketentuan. Dalam hal pelayanan ini, sudah banyak daerah-daerah yang mampu berinovasi dalam memberikan pelayanan yang kemudian dapat menjadi studi bagi daerah lain untuk melakukan hal yang sama tentunya disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan dan karakteristik masyarakat.


.  


b.   Gambaran umum birokrasi di Singapura
Singapura kembali lagi dinobatkan menjadi salah satu negara terbaik bagi birokrasi dalam hal efisiensi, pelayanan masyarakat, dan iklim investasi (hasil survey  Political & Economic Risk Consultancy (PERC) 2012). Tidak hanya itu. Singapura juga menjadi contoh yang baik dalam hal disiplin aparat birokrasi dan penerapan ’’reward and punishment’’ bagi pegawainya. Padahal pada tahun 1959 ketika Lee Kuan Yew diangkat sebagai Perdana Menteri, Singapura yang memiliki luas wilayah hanya 400 km persegi sedang dalam kondisi carut marut dengan pengangguran mencapai 14%. Saat itu tak ada yang dapat diperbuat, kecuali bangkit agar Negeri “Singa” itu mampu menjadi negara yang makmur. Di Singapura, birokrasi tampil begitu inovatif. Birokrasi hadir dengan semangat melayani, inisiatif tinggi, efisiensi atas sumber daya, peningkatan gaji atau bonus berbasis kinerja, berorientasi pada kepuasan masyarakat, dan pembaharuan terus-menerus terhadap cara dan hasil kerja.
Pemerintah Singapura juga memberlakukan sistem penggajian model perusahaan. Pemerintah Singapura memiliki patokan untuk menentukan gaji eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pertumbuhan ekonomi menjadi tolak ukur bagi pemerintah dalam menentukan gaji. Ketika kondisi ekonomi sedang memburuk, pemerintah memotong gaji pegawai negeri sesuai kemampuan keuangan negara pada saat itu, termasuk gaji perdana menterinya. Ketika kondisi ekonomi membaik dan pertumbuhan ekonomi meningkat, Singapura memberikan bonus gaji tambahan. Singapura menjadi salah satu negara terkaya di dunia dengan Gross Domestic Product (GDP) pendapatan per kapita $59,936 per tahun. Sukses pembangunannya adalah dengan rumusan strategi pembangunan ekonomi global berorientasi keunggulan daya saing dan produktivitas lewat birokrasi pemerintahan yang bersih dan efisien, masyarakat yang disiplin, dan industrialisasi yang dikawal tenaga-tenaga profesional.

c.    Analisis perbedaan birokrasi Indonesia dan Singapura
Berdasarkan gambaran umum sistem birokrasi di Indonesia dan Singapura di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan sistem birokrasi Indonesia dan Singapura adalah sebagai berikut:
1. Pejabat Publik Singapura mendapatkan previlese dan penghargaan yang tinggi sedangkan di Indonesia    tidak.
2. Singapura menempatkan pejabat publik pada posisi tinggi sedangkan Indonesia biasa saja.
3.Birokrat Singapura cenderung sadar akan biaya dan uang publik sedangkan birokrat Indonesia lebih menginginkan fasilitas dan kenyamanan dan semakin menjamurnya praktek KKN.
4.Pemberian reward terhadap para birokrat yang bekerja dengan baik tinggi untuk birokrat Singapura sedangkan Indonesia cukup rendah, begitupun dengan pemberian punishment.
5.Sistem pemberian gaji di Singapura didasarkan pada kinerja, kompetisi dan kompetensi aparat birokrat itu sendiri.
6. Para birokrat Indonesia kurang memadai dan memiliki mental dan budaya yang kurang baik, sedangkan birokrat Singapura menjunjung asas pelayanan pada masyarakat.
7. Proses perekrutan birokrat Singapura berasal dari mahasiswa-mahasiswa yang benar-benar berkompeten di bidang keahliannya, sementara di Indonesia masih ada praktek nepotisme.
8. Di Singapura, badan hukum dalam menangani kasus para birokrat yang bermasalah terbilang tegas, sedangkan di Indonesia masih kurang tegas.
9.Kinerja dan produktivitas birokrat Indonesia cenderung rendah dibanding Singapura


















BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
A. Dalam teori manajemen terdapat dua pendekatan diantaranya pendekatan yang berorientasi kontrol dengan cirinya top-down, pyramidal, hirarkhial, mekanistik dan birokratis. Pendekatan kedua adalah pendekatan komitmen atau pendekatan berorientasi pelibatan (involvement).
1.      Pendekatan yang berorientasi kontrol
Model ini menggunakan asumsi bahwa hubungan vertikal dan hierarkial adalah cara yang terbaik untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas.
2.      Pendekatan yang berorientasi involvement
Asumsi yang dibangun dari pendekatan ini adalah pekerja atau birokrat juga memiliki kemampuan untuk berpikir, melakukan koordinasi dan pengawasan sebagaimana yang dapat dilakukan oleh manajer.

B. Kebijakan Manajemen SDM
Kebijakan manajemen SDM di pegawai negeri Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang pokok-pokok kepegawaian.

C. Evaluasi Kebijakan Manajemen SDM
Pelayanan yang baik hanya akan dapat diwujudkan antara lain apabila manajemen sumber daya manusia dilakukan dengan mengedepankan kepentingan pengguna jasa, yaitu dengan menerapkan pendekatan kontingensi dalam mengelola pegawai. Pegawai negeri sebagai penyelenggara jasa pelayanan seharusnya dikelola dengan menggunakan pendekatan ini.







DAFTAR PUSTAKA
Bowen, David E & Edward E.yer III, 1995, Organizing for Service : Empowerment or Production Line? In Glynn, William J & James G. Barnes (ed) Understanding Services Management, John Wiley & Sons, West Sussex, England.
Carnall, Colin A, 1999, Managing Change in Organizations (Third Edition), Prentice Hall Europe, London.
Ratminto & Atik Septi, 2007, Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.



KEDUDUKAN DAN POSISI BIROKRASI DALAM NEGARA



Sebelum mengkaji mengenai birokrasi, akan digambaran terlebih dahulu mengenai biro dan siapa birokrat itu. Biro (bureau) merupakan suatu bentuk organisasi. Sedangkan pengertian organisasi itu sendiri menurut Chaster I Benard, dalam Down (1967) adalah suatu koordinasi kegiatan-kegiatan atau kekuatan-kekuatan dua orang atau lebih yang secara sadar dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Kemudian untuk Biro itu sendiri diartikan sebagai organisasi yang berskala besar, memiliki pekerja yang bekerja secara penuh full time, promosi dalam biro berdasarkan pada penilaian kinerja dan hasil utama bukan dievaluasi secara langsung atau tidak langsung dalam pasar tempat terjadinya transaksi secara sukarela.
Kemudian birokrat sendiri menurut Downs, bukanlah diartikan setiap orang yang menjadi anggota biro. Akan tetapi diartikan sebagai orang yang bekerja yang ditandai dengan karakteristik organisasi diatas, yaitu birokrat adalah orang yang bekerja pada organisasi berskala besar, orang yang bekerja full time, kemudian kebijakan kepegawaian organisasi penggajian, promosi, pensiun merupakan bagian penting  dari anggota orgaanisasi dan didasarkan pada kinerja mereka, serta hasil kerja dalam organisasi yang mereka kerjakan yang dinilai. Beberapa hal penting tentang birokrat :
Birokrat dapat bekerja pada organisasi walaupun bukan berbentuk biro. Pengertian ini memperbolehkan kita menhyebut birokrat pada organisasi swasta, yang secara intrinsik berbeda dengan biro Tidak semua pegawai dalam suatu biro dapat menjadi birokrat Secara individual birokrat lebih kurang memiliki ciri efisien, jujur, bekerja keras, teliti dan nilai-nilai yang pada umumnya berbeda dengan nonbirokrat.
Setelah itu dapatlah disimpulkan pengertian birokrasi. Pertama, birokrasi biasanya menunjuk pada suatu lembaga atau tingkatan lembaga khusus. Dalam pengertian ini, birokrasi dinyatakan sebagai suatu konsep yang sama dengan biro. Kedua, birokrasi juga dapat berarti sebagai suatu metode tertentu untuk mengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi yang berskala besar. Ketiga, birokrasi diartikan sebagai “bureauness” or”quality that distinguishes bureaus from other types of organization”. Dalam hal ini birokrasi merujuk pada kualitas yang dihasilkan oleh suatu organisasi. Pengertian tersebut diatas dapat digunakan sesuai dengan konteks yang digunakan dalam mengartikan birokrasi.
Menurut Max Weber birokrasi diartikan sebagai “ideal type organization”yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Adanya pembagian pekerjaan, hubungan kewenangan dan tanggung jawab yang didefinisikan dengan jelas. Kantor diorganisasikan secara hierarkis atau adanya rangkaian komando. Pejabat menejerial dipilih dengan kualifikasi teknis yang ditentukan dengan pendidikan dan ujian. Peraturan dan pengaturan mengarah pada pelaksanaan pekerjaan. Hubungan antar menejer dengan karyawan berbentuk imperasional. Pegawai yang berorientasi pada karier dan mendapatkan gaji yang tepat (Efisiensi).
Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.
Menutur Weber karakteristik birokrasi dapat diperjelasseperti apa yang sebagai berikut: Lingkup kewenangan berdasarkan pembagian kerja yang sistematis .Pejabat terikat pada disiplin dan pengawasan yang ketat dan sistematis dalam melaksanakan tugas-tugas jabatannya.Semua kegiatan diatur oleh sistem aturan yang sistematis .Jabatan-jabatan mengikuti asas hierarki .Pejabat hanya terikat pada satu tugas formal dan tidak personal .Jabatan diisi berdasarkan terpenuhinya syarat-syarat teknis yang dinyatakan melalui ujian atau ijazah. Pejabat bersangkutan diangkat dan bukan dipilih.Jabatan itu merupakan karier berdasarkan waktu atau kecakapan .Dalam prinsip-prinsip bentuk birokrasi harus terdapat adanya antara lain: Struktur hirarkis formal pada setiap tingkat dan di bawah kontrol dan dikendalikan dalam sebuah hirarki formal atas dasar dari perencanaan pusat dan pengambilan keputusan. Manajemen dengan aturan yang jelas adanya pengendalian melalui aturan yang memungkinkan agar keputusan yang dibuat pada tingkat atas akan dapat dilaksanakan secara konsisten oleh semua tingkat di bawahnya.
Organisasi dengan fungsional yang khusus pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh mereka yang benar merupakan ahli kemudian disusun dalam unit-unit berdasarkan jenis pekerjaan yang akan dilakukan berdasarkan keahlian. Mempunyai sebuah misi target yang akan dituju atau yang sedang dilaksanakandalam upaya agar tujuan agar organisasi ini dapat melayani kepentingan yang akan diberdayakan termasuk dalam misi untuk melayani organisasi itu sendiri.
kedudukan dan posisi birokrasi di dalam negara sangat dekat dengan masyarakat tapi memang dalam negara banyak terjadi kesalahan dalam birokrasi adanya poltics adanya koordinasi komunikasi yang kurang baik ,birokrasi disini memberikan pelayanan dan mengikuti prosedur yang berlaku memang agak kurang baik di negara kita ini ,tapi dalam sendi kehidupan bernegara kita hampir setiap hari berjumpa dengan birokrasi baik pemerintah dan nonpemerintah.


Kedudukan dan posisi birokrasi di negara

masyarakatat -pejabat politik-birokrasi-penyelenggara adm pemerintahan-masyarakat-penyelenggaraan adm pemerintahan-rule of the game-kontrak sosial.


F e n o m e n a J i l b o b’s


Jilbab merupakan salah satu syari’at di dalam Islam. Kebutuhan akan jilbab merupakan sebuah ketentuan untuk meningkatkan martabat wanita dihadapan lawan jenis dan menghindari terjadinya maksiat yang dilarang dalam agama.
Al-Ashfahaniy memaknai jilbab sebagai baju dan kerudung, yaitu sesuatu yang menutupi tubuh dan aurat. Dalam kitab al-Qamus jilbab dimaknai sebagai pakaian lebar yang biasa dipakai oleh wanita untuk menutupi pakaian dalam mereka. Adapun Ibn Munzur memaknai jilbab pakaian wanita yang digunakan untuk menutupi kepala dan dada. Sedangkan dalam kitab al-Munjid jilbab dimaknai sebagai baju atau pakaian yang lebar.
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa jilbab dimaksudkan untuk menutup aurat, yaitu “Perhiasan dalam” wanita. Aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali yang terbiasa nampak olehnya, yaitu wajah dan telapak tangan. Lebih lanjut Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa wajah tidak harus menggunakan cadar, tapi leher dan dada harus ditutupi oleh jilbab.
Pada dasarnya jilbab dimaksudkan sebagai hijab yang digunakan untuk melindungi bagian tubuh wanita yang apabila terlihat oleh lawan jenis maka akan menimbulkan syahwat. Selain itu, jilbab juga dimaksudkan untuk melindungi wanita dari timbulnya fitnah dan hal-hal yang akan merusak kehormatannya, seperti pelecehan seksual maupun tindakan pemerkosaan.Berhijab, pasti anda sudah tidak asing lagi mendengar istilah ini. Ya memang berhijab sedang popular pada saat ini bagi kaum hawa. Istilah hijab baru-baru saja sering digunakan oleh masyarakat Indonesia, sebelumnya hijab dikenal dengan istilah jilbab.
Berhiijab atau berjilbab sama artinya juga dengan menutup aurat yang merupakan sesuatu hal yang wajib bagi wanita khususnya wanita muslim. Jilbab adalah berbusana muslim yang menutupi seluruh anggota badan kecuali telapak tangan, kaki dan juga muka yang biasa dikenakan oleh kaum wanita.
Pada saat ini memang berhijab termasuk salah satu tren masyarakat Indonesia yang berkembang sangat pesat. Semua kalangan wanita menyukai hijab yang saat ini mempunyai beragam motif dan model yang sesuai dengan tren, tetapi semakin beragamnya model dan motif hijab kemudian membuat hijab ada beberapa yang keluar dari aturan islam atau tidak sesuai dengan syariat islam yang ada.
Hijab yang benar merupakan hijab yang dapat menutupi seluruh badan kecuali telapak tangan dan muka., tidak tipis dan tidak membentuk badan atau ketat.
Menurut Muhammad Nashirrudin Al-Albany dikutip dari sebuah blog menurut beliau kriteria jilbab hendaklan menutup seluruh badan kecuali wajah dan dua telapak tangan, jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum, tidak menyerupai pakaian kaum pria atau pakaian kaum-kaum wanita kafir, dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas.
Dalam perkembangan zaman modernitas ini muncul fenomena yang cukup dibilang ngeri yaitu fenomena cara berjilbab yang tidak sesuai dan tidak benar.Banyak ditemui segelintir masyarakat yang menggunakan hijab sebagai fashion atau style dan eksperimen masyarakat dalam berpakaian. Jilbab modis atau jilbab gaul merupakan suatu style yang diciptakan dan yang pada saat ini sedang ngetren di kalangan kaum hawa khususnya remaja, tetapi banyak model jilbab modis atau jilbab gaul ini tidak sesuai dengan syariat islam. Tidak jarang fenomena ini timbul karena banyak masyarakat yang mengikuti tren jilbab para artis Indonesia yang terlihat anggun dengan pakaian muslimahnya, tetapi tidak semua artis Indonesia mengetahui benar tentang cara berhijab yang sesuai dengan syariah Islam. Karena biasanya artis ingin mempunyai ciri khas yang dapat menjadi brand dirinya sehingga para artis membuat model berhijab yang lain dari pada yang lain bahkan sampai ada yang menciptakan cara berhijabnya tidak sesuai dengan aturan atau syariat islam yang ada. Contohnya mengenakan jilbab yang tidak menutupi dada.
Jilbab apa yang anda pikirkan ketika mendengar itu , iya wanita berkerudung tapi belakangan ini ada trend baru di kalangan masyarakat yaitu fenomena jilbob ya saya akan
Jilbobs menurut pakar yang tersebar di berbagai artikel yang saya baca, jilbobs pada dasarnya adalah sebutan untuk pakaianseksi, tetapi mengenakan kerudung/ penutup rambut di kepala (Marie, perancang busana, regional.kompas.com).  Jilbab seksi ini adalah model berjilbab yang tidak sesuai dengan kaidah berpakaian menurut syariat Islam. Setidaknya ada satu prinsip berpakaian yang dilanggarnya, yaitu ketat, sehingga menampakkan lekuk tubuh yang seharusnya tersembunyi. Jilbab seharusnya adalah pakaian yang longgar dengan tujuan agar lekuk tubuh tak terlihat.
jilboobs adalah habungan dari kata jilbab dan boobs (bahasa Inggris, artinya dada atau payudara wanita). Istilah ini dianggap muncul sebagai sindiran untuk wanita muslimah yang mengenakan hijab tapi super ketat hingga lekuk tubuhnya terlihat jelas (www.riaupos.co). Istilah ini menggambarkan wanita yang berjilbab namun memperlihatkan lekuk tubuh, payudara, pinggul, dan bagian bokongnya. Ciri yang paling umum adalah penggunaan kaos ketat berlengan panjang atau kaos yang masih tembus pandang karena bahan bajunya yang tipis, dipadukan dengan celana  atau jins ketat (jadiberita.com).
Meskipun demikian, dari sudut pandang yang lain, istilah ini dipandang sebagai sindiran pelecehan terhadap muslimah (Syifa Fauziyah, Ketua Hijabers Community Jakarta, www.republika.co.id). Kemunculan istilah ini benar-benar menghakimi secara sepihak para muslimah yang belum benar pengenaan hijabnya, tanpa mempedulikan bahwa muslimah itu masih berproses (perlu belajar) untuk berhijab secara lebih baik lagi.

Dalam sudut pandang syariat Islam, telah jelas hukum jilboobs, yaitu haram. Mengutip Hidayat (2014; www.jawapos.com), “Hal tersebut jelas tidak sesuai dengan konsep berpakaian Islam yang syar’i, yakni tertutup, tidak membentuk lekuk tubuh (longgar), dan tidak tembus pandang (transparan
Mengapa seorang muslimah bisa melanggar kaidah tersebut,menurut saya salah satu penyebabnya adalah ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman akan cara berhijab yang syar’i. Dalam kondisi tidak tahu tersebut, wanita yang ingin berhijab berakhir mengikuti orang-orang di sekitarnya dan apa yang menurut orang-orang tersebut baik terkait cara berpakaian. penggunaan jilbab tak syar’i ini dapat didorong oleh keinginan menjadi pusat perhatian dan diterima oleh teman. cara agar diperhatikan adalah dengan berusaha mengikuti mode yang sedang tren (fashion) saat ini atau mengikuti gaya teman-teman mereka. Ketimbang kaidah agama, mereka pun menjadikan tren mode atau gaya teman sebagai acuan cara berhijab.
Pada wanita yang lebih dewasa, penyebab psikologisnya mungkin akan lain dari remaja. Ketika sudah bersuami atau ketika berada dalam fase mencari pasangan hidup, ada dorongan dalam diri untuk menjadi menarik perhatian lawan jenis dengan menjadi cantik. Ada satu pola pikir salah yang tertanam bahwa wanita yang cantik dan menarik adalah yang seksi. Pola pikir ini pun terwujud dalam pemilihan gaya berpakaian yang menonjolkan kecantikan dan keindahan bentuk tubuh. Ini menjadi masalah yang rumit jika pola pikir ini pun dimiliki atau didukung oleh orangtua atau kaum lelaki, seperti pada orangtua yang takut anaknya tidak laku karena penampilannya tidak menarik, atau pada suami yang ingin istrinya dipuji teman-temannya sebagai wanita yang cantik, modern, elegan, atau apapun.
Dalam kejadian ini banyak merujuk pada cara berpakaian kaum selebiritis, terutama dari kalangan artis yang banyak muncul di televisi. Di kota-kota besar, orang-orang memiliki kebebasan untuk berekspresi dan berkreasi, terutama dalam hal mode berpakaian, yang dengan itu mereka mencapai keinginan-keinginannya, seperti menjadi cantik dan menarik di samping tetap menutup aurat. 
.
Terakhir, fenomena ini dapat dipertimbangkan sebagai masalah sosial terkait tidak asusila dan pelecehan wanita, jika mengetahui bagaimana asal mula istilah jilboobs. Istilah jilboobs adalah istilah yang vulgar atau tidak sopan. Dua kata yang menyusunnya, yaitu jilbab + boobs, begitu ironis. Yang satu mengekspresikan ketaatan, yang satu mengekspresikan pembebasan diri dari syariat. Dua hal yang sesungguhnya tidak mungkin untuk dilakukan bersamaan.
Istilah ini tidak muncul begitu saja dari ruang hampa, melainkan dibuat oleh seseorang. Dari mana asalnya, diceritakan dalam satu artikel disolopos.com sebagai berikut: “Salah satu akun di twitter berbahasa Melayu sudah memajang foto wanita berjilboobs dengan caption tanda pagar #jilboobs sejak 11 Desember 2012. Ada pula forum internet yang khusus mengumpulkan gambar-gambar wanita berjilbab dengan pakaian mini. Dalam salah satu  postingannya tanggal 25 Oktober tahun 2011, situs ini mengunggah foto dengan penggunaan istilah Jilboobs.” Kehebohan terjadi ketika terakhir muncul akun di satu media sosial dengan nama komunitas jilboobs dan di-like ribuan orang. Di akun tersebut, diunggah banyak foto wanita berjilbab seksi atau membuka sebagian auratnya. Kemungkinan besar foto-foto tersebut diunggah tanpa izin dan tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Kemunculan istilah jilboobs dalam deskripsi di atas dapat disimpulkan sangat dekat dengan perilaku mesum di mana seseorang (mungkin laki-laki) secara sengaja mencari foto-foto muslimah berjilbab seksi dan mengumpulkannya untuk tujuan bersenang-senang, bermain-main, iseng, atau bercanda. Katakanlah ini masalah degradasi moral, maka benarlah ini masalah moral.



GENDER

Konsep gender menyangkut perbedaan psikologis ,sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan,arti penting yang di berikan masyarakat pada katagori biologis antara laki-laki dan perempuan. Gender mengacu pada pengetahuan kesadaran,baik secara sadar maupun tidak,bahwa diri seorang tergolong dalam suatu jenis tertentu dan bukan dalam jenis kelamin lain.konsep gender tidak mengacu pada perbedaan biologis melainkan pada perbedaan psikologis,sosialdan budaya masyarakat antara laki-laki dan perempuan.gender tadak bersifat biologis melainkan dikonstuksikan secara sosial.

Dalam kaitan dengan pengertian gender ini, Astiti mengemukakan bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara sosial.Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari, dibentuk dan dirubah.
Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan.
Epistimologi penelitian Gender secara garis besar bertitik tolak pada paradigma feminisme yang mengikuti dua teori yaitu; fungsionalisme struktural dan konflik.Aliran fungsionalisme struktural tersebut berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi.Teori tersebut mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam masyarakat. Teori fungsionalis dan sosiologi secara inhern bersifat konservatif dapat dihubungkan dengan karya-karya August Comte (1798-1857),Herbart Spincer (1820-1930), dan masih banyak para ilmuwan yang lain.
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Minsalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan.Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa.Ciri-ciridari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa.Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih 1999: 8-9).
Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat
Sumber pembeda yang jelass antara jenis kelamin dan gender adalah jenis kelamin sumbernya dari tuhan , dan gender bersumber dari manusia. Jenis kelamin bersifat kodrat yang tetap, jika gender bersifat sebagai harkat dan martabat. Dalam sebuah buku dikatakan “ we are born male and female , but we learn to be masculine or feminine (Laswell dan Laswel dalam Kamanto Sunarto, 2000). Maksud dari kalimat tersebut ialah manusia terlahir sebagai laki-laki dan perempuan, tetapi manusia untuk menjadi maskulin atau feminine itu melalui proses pembelajaran. Jadi maskulin dan feminine itu merupakan sebuah pilihan sementara laki-laki dan perempuan memang sudah dari asalnya.
Dari perbedaan ini maka timbullah berbagai macam hal yang berhubungan dengan gender yang dalam masyarakat melekat bahwa gender identik dengan perempuan, sehingga muncul berbagai permasalahan yang berhubungan dengan perempuan dalam hal ketidakadilan gender yang dialami oleh satu pihak, kaum perempuan




SOSIALISASI DAN GENDER
1.      Sosialisasi gender berawal dari keluarga,melalui proses pembelajaran gender seseorang mempelajari peran gender yang oleh masyarakat di anggap sesuai dengan jenis kelaminnya. Salah satu media yang di gunakan oleh orang tua untuk memperkuat identitas gender ialah mainan.
2.      Kelompok bermain merupakan agen sosialisasi yang telh ada sejak dini membentuk perilaku dan sikap kanak-kanak.sebagai agen sosialisasi,kelompok bermain menerapkan kontrol sosial bagi anggota yang tidak menaati aturannya
3.      Sekolah menerapkan pembelajaran gender melalui media utamanya,yaitu kurikulum formal.pembeljaran gender di sekolah dapat pula berlangsung melalui buku teks yang di gunakan
4.      Media massa pun sangat berperan dalam sosialisasi gender,baik melalui pemberitaannya,kisah fiksi yang di muatnya,maupun melalui iklan yang di pasang di dalamnya.media massa sering memuat iklan yang menunjang stereotip gender.




Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masayarakat
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan hukum (baik hukum tertulis maupun tidak tertulis yakni hukum hukum adat). Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan tersebut pada umumnya menunujukan hubungan yang sub-ordinasi yang artinya bahwa kedudukan perempuan lebih rendah bila dibandingkan dengan kedudukan laki-laki.
Hubungan yang sub-ordinasi tersebut dialami oleh kaum perempuan di seluruh dunia karena hubungan yang sub-ordinasi tidak saja dialami oleh masyarakat yang sedang berkembang seperti masyarakat Indonesia, namun juga dialami oleh masyarakat negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat dan lain-lainnya.Keadaan yang demikian tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari ideologi patriarki yakni ideologi yang menempatkan kekuasaan pada tangan laki-laki dan ini terdapat di seluruh dunia.Keadaan seperti ini sudah mulai mendapat perlawanan dari kaum feminis, karena kaum feminis selama ini selalu berada pada situasi dan keadaan yang tertindas. Oleh karenanya kaum femins berjuang untuk menuntut kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan agar terhindar dari keadaan yang sub-ordinasi tersebut.
Ketidakadilan gender merupakan berbagai tindak ketidakadilan atau diskriminasi yang bersumber pada keyakinan gender. Ketidakadilan gender sering terjadi di mana-mana ini terkaitan dengan berbagai faktor.  Mulai dari kebutuhan ekonomi budaya dan lain lain. Sebenarnya masalah gender sudah ada sejak zaman nenek moyang kita, ini merupakan masalah lama yang sulit untuk di selesaikan tanpa ada kesadaran dari berbagai pihak yang bersangkutan.  Budaya yang mengakar di indonesia kalau perempuan hanya melakukan sesuatu yang berkutik didalam rumah membuat ini menjadi kebiasaan yang turun temurun yang sulit di hilangkan. Banyak yang menganggap perbedaan atau dikriminasi gender yang ada pada film itu adalah hal yang biasa dan umum, sehingga mereka tidak merasa di diskriminasi, namun akhir-akhir ini muncul berbagai gerakan untuk melawan kebiasaan gender tersebut. Saat ini banyak para wanita bangga merasa hak nya telah sama dengan pria berkat atasa kerja keras RA KARTINI padahal mereka dalam media masih di jajah dan di campakan seperti dahulu.
Bentuk bentuk ketidakadilan gender Marjinalisasi atau Pemiskinan
Suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagi perempuan atau laki-laki. Hal ini nampak pada film film yang menggabarkan banyak para kaum lelaki menjadi pemimpin perusahaan menjadi eksmud. Dan sebaliknya banyak para wanita yang digambarkan sebagi pembantu rumah tangga TKW ataupun pengemis, sebenarnya secara tidak langsung membedakan dan mentidak adilkan gender, hal yang lebih mengecewakan ialah para wanita tidak merasa di tindas.
Sub-ordinasi atau penomorduaan Ialah Sikap atau tindakan masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki dibangun atas dasar keyakinan satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding yang lain. Ini mempunyai pendapat bahwa lelaki mempunyai lebih unggul.Hal ini berkeyakinan bahwa kalau ada laki laki kenapa harus perempuan.
Fenomena ini sering terjadi dalam film, yaitu ketika peran eksmud yang selalu di perankan oleh pria, jika ada wanita yang berperan seebagai eksmud pastilah dia akan bermasalah dan selalu tidak sesukses dari pada pria. Sebenarnya hal ini memag tidak terlalu banyak di perhitungkan karena ini seperti menyuntikan racun pada tubuh. Sedikit sedikit media (film) mengkonstruk budaya pria selalu didepan.
·         Stereotype
Suatu sikap negatif masyarakat terhadap perempuan yang membuat posisi perempuan selalu pada pihak yang dirugikan. Setreotipe ini biasa juga menjadi pedoman atau norma yang secara tidak lagsung diterapkan oleh berbagai masyarakat. Contoh streotipe ialah wanita perokok itu dianggap pelacur, padahal belum tentu ia pelacur pandangan yang seperti inilah yang selalu menyudutkan kaum wanita.  Semenjak adanya pandangan mengenai streotipe ini menjadiakn suatu belenggu pada kaum wanita.
a)      Isu gender Dalam hukum Adat (Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan Dan Hukum Waris)
Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam.Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang sebagian besar tidak tertulis yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu berlaku. Hukum adat terdiri dari berbagai lapangan hukum adat antara lain hukum adat pidana, tata negara, kekeluargaan, perdata, perkawinan dan waris. Hukum adat  dalam kaitan dengan isu gender adalah hukum kekeluargaan, perkawinan dan waris. Antara hukum keluarga, hukum perkawinan.hukum perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat karena ketiga lapangan hukum tersebut merupakan bagian dari hukum adat pada umumnya dan antara yang satu dengan yang lainnya saling bertautan dan bahkan saling menentukan.

b)      Isu gender Dalam Perundang-Undangan Perjuangan emansipasi perempuan Indonesia yang sudah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka yang dipelopori oleh R.A. Kartini, dan perjuangannya kemudian mendapat pengakuan setelah Indoesia merdeka. Pengakuan itu tersirat dalam Pasal 27 U U D, 45 akan tetapi realisasi pengakuan itu belum sepenuhnya terlaksana dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini jelas dapat diketahui dari produk peraturan perundangan-undangan yang masih mengandung isu gender di dalamnya, dan oleh karenannya masih terdapat diskriminasi terhadap perempuan. Contoh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, di mana seolah-olah undang-undang tersebut melindungi perempuan dengan mencantumkan asas monogami di satu sisi akan tetapi di sisi lain membolehkan bagi suami untuk berpoligami tanpa batas jumlah wanita yang boleh dikawin. Dalam membahas masalah diskriminasi terhadap perempuan maka yang dipakai sebagai dasar acuan adalah Ketentuan Pasal 1 U U No. 7 Tahun 1984, yang berbunyi sebagai berikut : Untuk tujuan konvensi yang sekarang ini, istilah “diskriminasi terhadap wanita” berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita